Ukuran Rumah Subsidi, Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) mengusulkan luas bangunan rumah subsidi menjadi hanya 18-36 meter persegi, sedangkan luas tanahnya di 25-200 meter persegi. Ukuran tersebut mengecil dari sebelumnya yaitu 21-36 meter persegi dan luas tanah minimum 60 meter persegi.
Hashim Tolak Usulan Ukuran Rumah Subsidi Maruarar, Satgas Beberkan Ini
Ringkasan
- Ketua Satgas Perumahan, Hashim Djojohadikusumo, menolak rencana Kementerian PKP memperkecil ukuran rumah subsidi menjadi 18 m².
- Rencana tersebut disampaikan oleh Menteri PKP Maruarar Sirait (Ara) melalui dokumen draf, sebagai bagian upaya menekan harga.
- Satgas dan berbagai asosiasi menilai ukuran itu terlalu sempit untuk keluarga dan kurang layak huni.
- Saat ini, pemerintah masih berdiskusi dan mengkaji kembali draf tersebut sebelum diputuskan.
Latar Belakang Wacana Pengecilan Ukuran Rumah Subsidi
-
Kementerian PKP tengah menyusun Draf Keputusan Menteri Nomor/KPTS/M/2025 yang menetapkan:
-
Luas bangunan rumah subsidi: 18–36 m²
-
Luas tanah subsidi: 25–200 m², berbeda dari ketentuan sebelumnya (21–36 m² bangunan dan 60–200 m² tanah)
-
-
Alasan utama: menurunkan harga jual rumah subsidi agar lebih terjangkau, terutama di area perkotaan dengan lahan terbatas
Penolakan Satgas: Suara dari Hashim & Bonny
-
Bonny Z. Minang, anggota Satgas, mengejutkan publik dengan menyatakan bahwa:
-
Ia dan Hashim tidak pernah diberi tahu sebelumnya mengenai rencana tersebut
-
Bukti diskusi dengan Hashim di London menunjukkan ia tidak mengetahui dan tidak menyetujui perubahan itu
-
-
Pernyataan Hashim:
-
Menolak keras usulan ukuran 18 m² sebagai batas minimum untuk hunian MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah)
-
Menegaskan idealnya ukuran minimal adalah 36 m², sesuai arahan presiden dan rekomendasi standar World Bank/WHO yang menyarankan 40 m² .
-
Respons Ara & Proses Kajian Kembali
-
Menteri PKP Maruarar Sirait menjelaskan bahwa:
-
Usulan tersebut masih berupa draf, sehingga belum final .
-
Akan mengadakan dialog terbuka dengan Satgas termasuk Hashim, pengembang, dan lembaga perbankan untuk mendengarkan masukan .
-
Tujuannya agar kebijakan diterima semua pihak dan bukan sekadar diputuskan sepihak .
-
-
Ara juga menekankan bahwa kapasitas pengembang dan kualitas bangunan lebih penting daripada ukuran belaka, serta risiko banjir dan longsor juga menjadi perhatian.
Suara Kritik: Asosiasi & Standar Internasional
-
Asosiasi Pengembang Perumahan Nasional (Apersi):
-
Ketua Syawali Pratna mengungkapkan rasa kekhawatiran bahwa 18 m² terlalu sempit, menyerupai “gudang”. Ada risiko minimnya sirkulasi udara dan privasi
-
-
Realestat Indonesia (REI):
-
Ketua Joko Suranto menyarankan agar rumah tipe 18 m² lebih cocok dibuat sebagai hunian vertikal (studio), bukan rumah tapak, berdasarkan standar SNI dan WHO yang menetapkan minimal 36–40 m² per unit
-
Ukuran Ideal Menurut Standar
-
Standar Nasional Indonesia (SNI): ~9 m² per orang → 4 orang = 36 m² total
-
WHO / World Bank: menyarankan 10–12 m² per orang → total 40–48 m² untuk keluarga kecil.
Tabel perbandingan ukuran:
Sumber | Rekomendasi ukuran minimal |
---|---|
SNI | 36 m² (9 m²/orang) |
WHO | 40–48 m² (10–12 m²/orang) |
Ara (draf) | 18 m² |
Dampak Jika Diterapkan
-
Harga Terjangkau
-
Tujuan utama: menjangkau lebih banyak MBR dengan harga yang lebih murah
-
-
Daya Huni Diragukan
-
Ukuran kecil dapat berdampak pada kualitas hidup: kurang ventilasi, privasi, dan kesulitan akomodasi keluarga.
-
Potensi Lokasi Perkotaan
-
-
Bisa jadi opsi di lahan sempit bila desain dan kualitas bangunan optimal, serta dipilih arsitektur vertikal
-
Langkah Selanjutnya Pemerintah
-
Pemerintah akan:
-
Mengundang Hashim, Satgas, REI, Apersi, dan pengembang untuk berdiskusi
-
Melakukan kajian lebih mendalam sebelum draf disahkan.
-
Memperhatikan suara publik, asosiasi, dan rekomendasi ahli agar kebijakan lebih komprehensif dan adil .
-
Poin-Poin Penting
-
Rencana draf: luas bangunan subsidi 18–36 m², ukuran tanah 25–200 m².
-
Penolakan: dari Satgas (Hashim & Bonny), asosiasi, dan pengembang.
-
Masukan:
-
Ukuran minimal ideal 36–40 m².
-
Prioritaskan kualitas, ventilasi, dan desain.
-
-
Kajian lanjutan: dialog terbuka agar kebijakan inklusif dan berkualitas.
Studi Kasus & Data Pendukung
-
Program 1 Juta Rumah (2017): capaian 765.120 unit, 70 % untuk MBR (~620 ribu unit) dengan berbagai tipe subsidi termasuk rumah tapak dan rumah susun
-
Banyak program yang sebelumnya memakai standar minimal 21–36 m² dan tanah 60 m², sementara wacana baru drastis mengecil
Kesimpulan & Rekomendasi
-
Usulan ukuran minimal 18 m² belum final dan menuai penolakan tajam dari berbagai pihak.
-
Pemerintah saat ini masih di tahap menggodok dan mengkaji draf.
-
Untuk mencapai tujuan subsidi yang terjangkau sekaligus layak, perlu:
-
Menetapkan standar ukuran minimal sesuai SNI/WHO (36‑40 m²).
-
Mengedepankan kualitas bangunan, ventilasi, dan desain.
-
Melibatkan semua pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan.
-
-
Kesuksesan program ini bergantung pada kemampuan beradaptasi dan kebijakan inklusif yang mempertimbangkan aspek sosial, teknik, dan ekonomi.