Pemerintahan Presiden Joko Widodo telah selesai pada 20 Oktober 2024. Rampungnya 10 tahun masa tugasnya ditandai dengan pelantikan Presiden Prabowo Subianto.
Melihat ke belakang ternyata banyak pencapaian Presiden Joko Widodo atau Jokowi selama 10 tahun atau dua periode pemerintahannya. Bukan tanpa cela dan tantangan, pemerintahan Jokowi sempat menghadapi krisis pandemi pada 2020-2022. Alhasil, beberapa target tidak tercapai dan Indonesia harus memasuki masa genting.
Namun tantangan ini berhasil dilewati. Jokowi berhasil menyelesaikan masa jabatannya dengan mulus dan memutuskan kembali ke kampung halaman di Solo.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 10 tahun masa kepemimpinan Presiden Jokowi hanya sebesar 5%. Namun, Jokowi mengatakan bahwa capaian itu jauh di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi global.
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu terjaga di kisaran 5,0%, lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan global yang sebesar 3,4%,” kata Jokowi saat menyampaikan Pidato Pengantar RAPBN 2025 dan Nota Keuangannya di Gedung Parlemen, Jakarta, Jumat (16/8/2024)
Sebagaimana diketahui, selama 10 tahun ia memimpin sebagai Presiden, pertumbuhan ekonomi Indonesia memang stagnan di kisaran 5%.
Mengutip catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2015 atau tahun pertama Jokowi efektif menjalankan roda pemerintahan hanya tumbuh 4,8%, melambat dibandingkan 2014 yang tumbuh 5,02%. Pada 2016, pertumbuhan ekonomi hanya mampu kembali ke level 5,03%, lalu 2017 sebesar 5,07%, 2018 mencapai 5,17%, dan 2019 kembali ke 5,02%.
Pada 2020 atau saat merebaknya Pandemi Covid-19 ekonomi Indonesia terkontraksi hingga minus 2,07%, 2021 kembali tumbuh 3,7%, 2022 tumbuh 5,31%, dan 2023 hanya tumbuh 5,05%. Per kuartal II-2024 pun pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 5,05%.
Papua Tak Lagi ‘Anak Tiri’
Pembangunan Indonesia Sentris menjadi pendekatan yang dilakukan Presiden Jokowi selama 10 tahun pemerintahannya. Salah satunya termasuk dengan mendorong investasi dan pembangunan ke Papua.
Diantaranya, ditandai dengan diresmikannya pos lintas batas RI-Papua Nugini tahun 2017, kebijakan satu harga BBM yang berdampak turunnya harga barang-barang di Papua, pembangunan Jalan Trans Papua. Serta, kesuksesan Papua menggelar PON pada 2021. Pembangunan dari Timur Indonesia ini berhasil menumbuhkan ekonomi, memperbaiki kesejahteraan, membangkitkan rasa percaya diri dan optimisme rakyat Papua.
Hal itu, menurut Jokowi, sebagai langkah Indonesia untuk pemerataan ekonomi ke seluruh Indonesia. Dengan Papua tidak hanya menjadi penonton dalam arus investasi ini, melainkan ikut serta dan menikmati manfaat langsung dari pembangunan yang terjadi di tanah mereka.
Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro di Kementerian Investasi/BKPM Imam Soejoedi mengatakan, pemerintah pusat dan daerah harus memiliki satu visi dan rencana aksi yang sejalan dalam memanfaatkan investasi di Papua. Diperlukan koordinasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten untuk menciptakan visi dan rencana aksi yang terintegrasi.
“Seperti tim sepak bola, untuk mencapai gol, setiap posisi harus memiliki tujuan yang sama,” katanya dalam keterangan resmi Forum Merdeka Barat 9 (FMB9), dikutip Sabtu (19/10/2024).
“Investasi besar di Papua, seperti pembangunan pabrik pupuk di Fakfak, industri smelter tembaga, hingga industri tebu dan pengolahannya, harus disertai dengan kesiapan SDM lokal. Tanpa keterlibatan masyarakat lokal dalam rantai pasok dan sektor tenaga kerja, ada risiko bahwa mereka hanya akan menjadi penonton, sementara manfaat ekonomi dirasakan oleh pihak luar,” tambah Imam.
Sebagai catatan, ekonomi Papua tumbuh 4-6% sejak 2014 hingga saat ini. Di sektor kesehatan, ada penurunan pada prevalensi stunting di Papua dan Papua Barat mencapai masing-masing dari 40,1% dan 44,6% pada 2013 menjadi 28,6% dan 16,35% pada 2023. Hal serupa juga turut dirasakan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia terutama pada sektor pendidikan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua naik dari 56,75 menjadi 62,25; usia harapan hidup (UHH) 64,84 tahun menjadi 66,44 tahun; angka melek huruf (AMH) dari 75,92% menjadi 78,89%.
Kemiskinan Turun Tajam
Tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia merosot tajam dalam 10 tahun terakhir, dari sebelumnya di level 7,9% dari total penduduk pada 2014, kini tersisa 0,8% pada 2024.
Kemiskinan ekstrem ini merupakan indikator yang digunakan untuk memotret kondisi ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, yaitu makanan, air bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan dan akses informasi terhadap pendapatan dan layanan sosial, berdasarkan definisi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, yang dikutip Kantor Staf Presiden dalam dokumen Capaian 10 Tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo, tingkat kemiskinan ekstrem konsisten turun dari 2014 di level 7,9% ke level 3,7% pada 2019.